14 June 2008

PENGARUH KENAIKAN BBM TERHADAP BANGSA INDONESIA



Harga minyak dunia semakin tidak terkendali. Lonjakan harga minyak, yang sempat menembus level US$124 per barel pada Jumat pekan lalu, diperkirakan masih akan terus naik.
Kondisi ini menempatkan pemerintah pada posisi yang semakin sulit. Pemerintah mau tidak mau harus menempuh kebijakan yang sangat tidak populer yaitu kembali akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) untuk sektor transportasi maupun kebutuhan rumah tangga.
Keputusan untuk menaikkan harga BBM tersebut jelas akan berpengaruh secara fundamental terhadap seluruh sendi-sendi perekonomian nasional. Yang sudah pasti terjadi dan memang telah terjadi, kendati harga BBM belum benar-benar naik, harga barang-barang kebutuhan pokok masyarakat telah lebih dulu mengalami kenaikan secara sporadis dan variatif.
Kenaikan harga bahan kebutuhan pokok ini tidak terhindarkan karena adanya pengaruh ekspektasi negatif yang sangat kuat dan masalah psikologis. Masyarakat masih belum dapat menghilangkan efek traumatis dari kebijakan pemerintah pada 2005 yang menaikkan harga BBM hingga rata-rata lebih dari 100%.
Dan efek traumatis itu masih melekat hingga saat ini, karenanya keputusan menaikkan harga BBM tahun ini akan semakin mempertebal trauma masyarakat. Magnitude dampak kenaikan harga BBM terhadap kesejahteraan masyarakat kali ini akan sangat besar. Terlebih saat ini ketahanan daya beli masyarakat, terutama masyarakat lapis bawah, sudah semakin lemah.
Masyarakat miskin yang memang secara struktural telah tidak berdaya, semakin menjadi tidak berdaya akibat kenaikan harga BBM tersebut. Karena itu, berapapun prosentase kenaikan harga BBM yang akan diputuskan pemerintah, jelas akan menjadi pukulan yang sangat keras dan berat bagi masyarakat.
Pemerintah memang sulit untuk menentukan prosentase kenaikan harga BBM yang pas. Karena harga minyak di pasar global yang sempat menyentuh level US$124 per barel tadi adalah harga untuk kontrak pembelian dengan penyerahan bulan Juli yang akan datang. Sedangkan prediksi permintaan minyak dunia setelah bulan Juli juga masih akan tetap tinggi.
Karena permintaan minyak dari China masih akan terus tinggi sebagai persiapan pelaksanaan Olimpiade pada September. Nah harga kontrak minyak untuk penyerahan pada September akan dapat diketahui pada Juli.
Karena itu pemerintah harus memperhitungkan kemungkinan terjadinya kenaikan harga minyak pada Juli untuk penyerahan September. Karena bagaimanapun terbentuknya harga minyak pada Juli akan mempengaruhi pas atau tidak pasnya persentase kenaikan harga BBM yang akan segera diputuskan pemerintah.
Masalahnya, selama ini para ekonom teknokrat hanya memperhitungkan prosentase kenaikan harga BBM maupun dampaknya, dari sisi moneter dan fiskalnya saja. Seharusnya, bersamaan dengan keputusan untuk menaikkan harga BBM itu, pemerintah juga memutuskan dan melaksanakan kebijakan audit energi nasional, termasuk di dalamnya adalah efisiensi struktural di sektor energi. Audit energi dan efisiensi struktural selama ini tidak pernah dipikirkan apalagi dijalankan oleh pemerintah.
Seharusnya saat ini pemerintah kembali menghitung, misalnya, satu liter high speed diesel atau marine fuel oil dapat menghasilkan berapa kilowat untuk masing-masing pembangkit listrik. Dari perhitungan ini akan dapat diketahui tingkat efisiensi masing-masing pembangkit listrik, dan kemudian dapat ditentukan tindakan korektifnya. Audit energi semacam ini seharusnya dapat dilakukan secara rutin dari tahun ke tahun.
Tetapi langkah kebijakan mendasar tersebut tidak pernah dijalankan pemerintah. Yang terjadi selama ini pemerintah lebih senang melakukan kebijakan fiskal yang bersifat window dressing atau cosmetic development berupa tambal sulam anggaran. Kebijakan yang hanya memberikan polesan tipis di permukaan itu jelas tidak akan mampu menyentuh masalah mendasar dari seluruh sistem perekonomian nasional. Ya inilah Indonesia….

No comments: